Awalnya, ini hanya perasaan kagum yang tak begitu kupedulikan, tapi ternyata aku salah; perasaan ini berkembang menjadi rasa takut kehilangan yang sulit kuhindari. Aku mulai menyayangimu tanpa sepengetahuanmu.
Aku tak pernah takut saat mencintaimu. Layaknya air laut yang mengikuti lekuk gelombang, seperti itulah aku membiarkan rasa cintaku terus mengalir tanpa kendali.
Rasa cinta yang kuperjuangan dengan sangat demimu seolah-olah tak pernah mampir sedikit dalam benakmu. Kaubiarkan aku mengejar bayangan, sementara kenyataan yang sesungguhnya entah kausembunyikan di mana.
Perasaanku tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa mengendalikan perasaan? Siapakah yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku hanya manusia biasa yang merasakan kenyamanan dalam hadirmu. Aku hanya wanita yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki.
Ternyata, ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Kamu pergi tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kausampaikan padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku tak pernah jadi siapa-siapa bagimu, Kalau kauingin tahu, aku sudah merancang berbagai mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin, suatu saat nanti, jika Tuhan izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling membahagiakan.
Akhirnya, aku sampai di tahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, menyerah adalah jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu.
Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh ini.
Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan
Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kautak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi di mana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan aku dilarang menuntut ini itu. Aku hanya temanmu. Hanya temanmu. Temanmu!
Jika kauingin tahu, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu banyak yang kulakukan, mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih tertutup ragu? Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak perlu kucari kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi. Iya. Aku bodoh. Puas? Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir. Ini bukan akhir yang kupilih. Seandainya aku bisa memilih cerita akhir, aku hanya ingin mendekapmu, sehingga kautahu; di sini aku selalu bergetar ketika mendoakanmu.
Setiap orang punya kisahnya masing-masing. Dalam kisahnya, ia harus berjuang, berdiam dan menunggu pun juga adalah bagian dari perjuangan. Menunggu. Itulah yang selama ini kulakukan, sebagai wujud dari perasaanku yang entah mengapa masih ingin memperjuangkanmu. Aku tahu, setiap malamku selalu kuisi dengan kenangan dan ingatan. Kenyataan yang harus kuterima, kautak ada di sampingku, entah untuk menenangkan sedihku dan merangkul kesepianku. Dengan sikapmu yang tidak peka seperti itu, mengapa aku masih inginmemperjuangmu? Aku tak tahu, jadi jangan tanyakan padaku mengapa aku juga bisa mencintaimu dengan cinta yang tak benar-benar kupahami.
Ini semua perjuangaku untuk mempertahanmu, apakah sudah cukup menghilangkan ketidakpekaanmu? Inilah perjuanganku, yang selama ini selalu kauabaikan.
kutipan blog dwitasaridwita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment